Senin, 20 Desember 2010

RELIABILITAS

Konsepsi Dasar Reliabilitas

A. Pengertian reliabilitas
Kata reliabilitas dalam bahasa Indonesia diambil dari kata reliability dalam bahasa inggris, berasal dari kata asal reliable yang artinya dapat dipercaya. Seorang dikatakan dapat dipercaya jika orang tersebut selalu bicara ajek (consisten), tidak berubah-ubah pembicaraannya dari waktu ke waktu. Demikian juga halnya dalam sebuah tes. Te tersebut dikatakan dapat dipercaya (reliable) jika memberikan hasil yang tetap atau ajek (consistent) apabila diteskan berkali-kali. Jika diberikan tes yang sama pada waktu yang berlainan, maka setiap siswa akan tetap berada dalam urutan (ranking) yang sama atau ajek dalam kelompoknya.
Ajek atau tetap tidak selalu sama, tetapi mengikuti perubahan secara ajek. Jika keadaan A mula-mula berada lebih rendah dengan B, maka jika diadakan pengukuran ulang, si A tetap berada lebih rendah dari B. Itulah yang dikatakan ajek atau tetap, yaitu tetap dalam kedudukan siswa di antara anggota kelompok yang lain. Jika dihubungkan dengan validitas maka validitas berhubungan dengan ketepatan sedangkan reliabilitas berhubungan dengan ketetapan atau ke ajekan (Widoyoko, 2009: 99)
Menurut Purwanto (1990: 139) reliability adalah ketetapan atau ketelitian suatu alat evaluasi. Suatu tes atau alat evaluasi dikatakan andal jika ia dapat dipercaya, konsisten atau stabil dan produktif. Jadi yang dipentingkan disini adalah ketelitiannya: sejauh mana tes atau alat tersebut dapat dipercaya kebenarannya.
Menurut Masidjo (1995: 209) reliabilitas suatu tes adalah taraf sampai dimana suatu tes mampu menunjukkan konsistensi hasil pengukurannya yang diperlihatkan dalam taraf ketepatan dan ketelitian hasil.
Konsep reliabilitas dalam teori skor-murni klasikal dapat dipahami dari beberapa interpretasi. Suatu tes dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi apabila, misalnya skor tampak tes itu berkorelasi tinggi dengan skor-murninya sendiri.

D. Metode-metode pendekatan.
Estimasi terhadap tingginya reliabilitas dapat dilakukan melalui berbagai metode pendekatan. Masing-masing metode pendekatan dikembangkan sesuai dengan sifat dan fungsi alat ukur yang bersangkutan dengan mempertimbangkan segi-segi praktisnya. Secaca tradisional, menurut prosedur yang dilakukan dan sifat koefisien yang dihasilkannya, terdapat tiga macam pendekatan reliabilitas yaitu pendekatan tes ulang (tes-retest), pendekatan bentuk paralel (paralel-forms), dan pendekatan konsistensi internal (internal consistency).

1. Pendekatan tes ulang.
Pendekatan tes ulang dilakukan dengan menyajikan tes dua kali pada suatu kelompok subjek dengan tenggang waktu diantara kedua penyajian tersebut. Asumsi dasar adalah bahwa suatu tes yang reliabel tentu akan menghasilkan skor-tampak yang relatif sama apabila dikenakan dua kali pada waktu yang berbeda. Semakin besar varians perbedaan skor subjek antara kedua pengenaan itu berarti semakin sulit untuk mempercayai bahwa tes itu memberikan hasil ukur yang konsisten.
Dalam menggunakan pendekatan tes ulang ini harus diperhatikan pula kemungkinan adanya perubahan kondisi subjek yang sejalan dengan berbedanya waktu diantara kedua penyajian tes. Perubahan kondisi subjek yang terjadi tidak pada keseluruhan subjek dan tidak searah sedikit banyak akan ada pengaruhnya terhadap koefisien reliabilitas yang diperoleh. Sebagai contoh, apabila subjek tidak sungguh-sungguh dalam mengerjakan tes, dalam keadaan lelah atau memang tidak siap ketika dikenai tes yang pertamakali lalu kemudian ia belajar sehingga siap, atau kemudian ia lebih bersungguh-sungguh dalam mengerjakan tes tersebut maka skor subjek pada kedua pemberian tes akan banyak berbeda. Kalau hal ini terjadi pada sebagian subjek dan perubahan skor itu tidak searah bagi semua subjek maka reliabilitas yang ditunjukkan oleh korelasi antara kedua pemberian tes tidak akan tinggi. Koefisien tersebut tidak merupakan estimasi yang benar terhadap reliabilitas tes akan terjadi merupakan estimasi yang lebih rendah daripada semestinya (underestimasi). Itulah salah satu contoh kasus terjadinya carry over effects (efek bawaan) yang seringkali menjadi problem serius dalam pendekatan reliabilitas tes ulang.
Efek bawaan yang lain yang dapat terjadi dikarenakan masih ingatnya subjek akan jawaban yang pernah diberikan pada waktu pertama kali tes disajikan, dan kemudian pada waktu tes tersebut disajikan kembali subjek hanya sekedar mengulangi jawaban yang pernah ia berikan.
Efek bawaan dapat terjadi sebagai akibat dari latihan yang dialami subjek pada waktu dikenai tes pertama kali. Dalam hal ini subjek akan mengerjakan tes yang kedua kali dengan lebih baik karena pengalaman dalam mengerjakan tes yang sama. hal ini benar terutama pada tes yang mengukur aspek kemampuan, baik kemampuan aktual maupun kemampuan potensial.
Disamping itu terdapat kemungkinan timbulnya rejeksi atau reaksi penolakan terhadap tes dalam diri subjek, yang dinyatakan dalam bentuk perilaku pengerjaan tes dengan tidak bersungguh-sungguh. Subjek menyadari bahwa tes tersebut serupa dengan yang telah diberikan sebelumnya sehingga timbul anggapan dalam diri subjek bahwa dirinya hanya digunakan sebagai percobaan. Kemungkinan terjadinya rejeksi ini besar pada penyajian tes yang mengukur aspek afektif.
Tidak mudah untuk menentukan berapa lama tenggang waktu yang perlu disediakan diantara dua kali pemberian tes dalam pendekatan seperti ini. Bila tenggang waktu terlalu singkat sangat mungkin terjadi efek bawaan sedangkan bila tenggang waktunya terlalu panjang sangat mungkin terjadi perubahan pada aspek psikologis yang diukur dalam diri subjek. Mungkin pula lamanya tenggang waktu akan menyebabkan perubahan suasana hati, motivasi, dan sikap subjek terhadap pengetesan. Oleh karena itu pendekatan tes ulang cocok digunakan hanya bagi tes yang mengukur aspek psikologis yang relatif stabil dan tidak mudah berubah.

2. Pendekatan bentuk paralel.
Pendekatan bentuk paralel tes yang akan diestimasi reliabilitasnya harus ada paralelnya, yaitu tes lain yang sama tujuan ukurnya dan setara isi aitemnya baik secara kualitas maupun kuantitasnya. Dua tes yang paralel hanya ada secara teoritik, tidak benar-benar paralel secara empirik.
Untuk membuat dua tes menjadi paralel, penyusunannya haruslah didasarkan pada satu spesifikasi yang sama. Spesifikasi ini meliputi tujuan ukur, batasan objek ukur dan operasionalisasinya, indikator-indikator perilakunya, banyaknya aitem, format aitem, juga kalau perlu meliputi taraf kesukaran aitem. Secara empirik, kemudian dua tes yang paralel itu haruslah menghasilkan mean skor dan varians yang setara dan korelasi yang juga tidak berbeda dengan suatu variabel ke tiga.
Bila telah diperoleh dua tes yang paralel maka estimasi reliabilitasnya dilakukan dengan mengenakan dua tes tersebut bersamaan pada sekelompok subjek. Masing-masing tes menghasilkan distribusi skor-tampak dari seluruh subjek. Dengan menghitung korelasi antara kedua distribusi skor tersebut akan diperoleh koefisien yang menunjukkan sejauhmana kedua distribusi skor ini bervariasi sama. Semakin sama kedudukan setiap subjek pada kedua tes semakin tinggi kecocokan hasil ukurnya.
Dua tes yang paralel yang menghasilkan skor berkorelasi tinggi satu sama lain disebut tes yang reliabel dan koefisien korelasinya merupakan koefisien reliabilitas tes yang bersangkutan. Sebaliknya, bila dua tes yang telah dianggap paralel ternyata tidak dapat menghasilkan skor yang berkorelasi tinggi satu sama lain berarti tes tersebut tidak cukup reliabel dan hasil ukurnya tidak dapat dipercaya.
Kelemahan utama dalam pendekatan ini terletak pada sulitnya menyusun dua tes yang paralel itu sendiri. Sedangkan menyusun satu tes yang memenuhi syarat kualitas yang baik saja tidaklah mudah apalagi menyusun dua tes yang setara.

3. Pendekatan Konsistensi Internal
Pendekatan konsistensi internal dilakukan dengan menggunakan satu bentuk tes yang dikenakan hanya sekali saja pada sekelompok subjek (single-trial administration). Dengan menyajikan satu tes hanya satu kali, maka problem yang mungkin timbul pada dua pendekatan reliabilitas terdahulu dapat dihindari.
Pendekatan reliabilitas konsistensi internal bertujuan melihat konsistensi antaraitem atau antarbagian dalam tes itu sendiri. Untuk itu, setelah skor setiap aitem diperoleh dari sekelompok subjek, tes dibagi menjadi beberapa belahan.
Tes yang akan diestimasi reliabilitasnya dapat dibelah menjadi belahan-belahan sebanyak jumlah aitemnya sehingga setiap belahan berisi satu aitem saja. Bila suatu tes dibelah menjadi belahan-belahan yang masing-masing berisi lebih dari pada satu aitem, walaupun bukan keharusan akan tetapi sangat dianjurkan untuk menjadikan jumlah aitem dalam masing-masing belahan sama banyak sehingga belahan-belahan itu seimbang. Keseimbangan belahan-belahan itu tidak saja menyangkut banyaknya aitem dalam masing-masing belahan akan tetapi hendaknya juga meliputi aspek isi dan karakteristik aitem-aitemnya.
Untuk melihat kecocokan atau konkordansi diantara belahan-belahan tes dilakukan komputasi statistik melalui teknik-teknik korelasi, analisis varians antar belahan, analisis varians perbedaan skor dll. Pendekatan konsistensi internal menyediakan pilihan cara komputasi yang lebih banyak dan dapat disesuaikan dengan asumsi-asumsi yang harus dipenuhi oleh setiap formula komputasinya.

E. Reliabilitas : Konsistensi Internal
Pendekatan konsistensi internal dalam estimasi dimaksudkan untuk menghindari masalah-masalah yang biasanya ditimbulkan oleh pendekatan tes-ulang dan oleh pendekatan bentuk paralel. Dalam pendekatan konsistensi internal prosedurnya hanya memerlukan satu kali pengenaan sebuah tes kepada sekelompok individu sebagai subjek (single trial administration). Oleh karena itu pendekatan ini mempunyai nilai praktis dan efisiensi yang tinggi.
Dengan hanya satu kali pengetesan tes akan diperoleh satu distribusi skor tes dari kelompok subjek yang bersangkutan. Untuk itu, prosedur analisis reliabilitasnya diarahkan pada analisis terhadap aitem-aitem atau terhadap kelompok-kelompok aitem dalam tes sehingga perlu dilakukan pembelahan tes menjadi beberapa kelompok aitem yang disebut bagian atau belahan tes.
Pembelahan tes dilakukan sedemikian rupa sehingga sedapat mungkin setiap belahan berisi aitem dalam jumlan yang sama banyak. Akan tetapi bila membagi tes kedalam belahan yang berisi aitem dalam jumlah sama banyak tidak mungkin untuk dilakukan, hal itu tidak merupakan masalah lagi dikarenakan sekarang ini telah tersedia rumusan-rumusan baru guna pengujian reliabilitas terhadap tes yang dibelah menjadi bagian-bagian yang berisi aitem dalam jumlah yang tidak seimbang.
Suatu tes yang hasilnya sebagian ditentukan oleh kecepatan kerja (speeded-test), misalnya menghendaki cara pembelahan yang berbeda dari cara pembelahan yang dilakukan terhadap tes yang mengukur kemampuan maksimum (power-test). Suatu tes yang berisi aitem-aitem yang mempunyai taraf kesukaran homogen akan lebih terbuka terhadap berbagai cara pembelahan bila dibandingkan dengan tes yang berisi aitem-aitem dengan tingkat kesukaran yang sangat bervariasi.




Beberapa Cara Pembelahan Tes
a. Pembelahan cara random
Pembelahan secara random hanya boleh dilakukan apabila tes yang akan dibelah berisi aitem-aitem yang homogen. Pengertian homogen dalam hal ini harus dipandang dari segi isi (content homogeneus) dan juga dari segi taraf kesukarannya apabila tes itu mengukur aspek kognitif. Suatu tes yang berisi aitem heterogen bila dibelah secara random akan menghasilkan belahan-belahan yang tidak setara satu sama lain, kecuali bila tes tersebut terdiri dari aitem yang berjumlah sangat besar.
b. Pembelahan gasal-genap
Pembelahan dengan cara gasal-genap (odd-even splits) sangat populer dan mudah dilakukan. Dalam cara ini, seluruh aitem yang bernomor urut gasal dijadikan satu kelompok menjadi belahan pertama dan seluruh aitem yang bernomor urut genap dijadikan satu kelompok menjadi belahan kedua. Dengan membelah secara gasal-genap diharapkan akan diperoleh dua bagian yang setara dari segi isi dan taraf kesukaran aitem-aitemnya. Cara pembelahan ini dapat menghindari kemungkinan terjadinya pengelompokan aitem-aitem tertentu kedalam salah satu belahan saja.
c. Pembelahan matched-random subsets
Dengan cara ini, setiap aitem dalam tes diletakkan pada satu posisi atau titik tertentu dalam grafik berdasarkan harga indeks kesukaran aitem (p) dan koefisien korelasi antara aitem yang bersangkutan dengan skor tes ( ). Dengan melihat posisi aitem pada grafik dapat diketahui bahwa Setiap aitem yang letaknya berdekatan berarti memiliki karakteristik (p dan ) yang relatif sama atau mirip satu sama lain. Kemudian Setiap dua aitem yang berdekatan dapat diundi untuk menentukan mana yang diikutkan kedalam belahan kedua sehingga diperoleh dua belahan yang masing-masing berisi sepuluh aitem.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar