Minggu, 15 Mei 2011

Tinggallah bersama kami.....

Kis 2: 14, 22-33; 1 Ptr 1: 17-21; Luk 24: 13-35

Hari Minggu Paskah III A





Saya kira, kita pernah mengalami kesulitan, kecewa, gagal dan tak berarti. Hidup serasa sia-sia, banyak waktu habis pada hal-hal yang tak berguna dan mengembangkan hidup kita. Pada saat itu kita mencari cara untuk bisa melepaskan diri dari situasi yang tidak menyenangkan itu. Kita tidak ingin lebih lama berada dalam situasi kacau itu. Segala upaya kita tempuh agar bisa mengalami perubahan dan kemajuan dalam hidup. Kita berharap pada orang yang bisa membantu kita. Sedemikian kita berharap sehingga mungkin kita menghabiskan banyak waktu, energi, pikiran, perhatian bahkan uang untuk mendekati orang yang kita pandang sanggup membantu kita. Kita ingin mengalami perkembangan, terjamin, menyenangkan, singkatnya hidup bahagia.



Pengalaman kecewa itu juga dihadapi kedua murid yang kembali ke Emmaus, seperti kita dengar dalam bacaan Injil (Luk 24: 13-35) hari ini. Mereka kembali ke rumah asalnya karena orang yang mereka harapkan dapat membebaskan dan menyelamatkan mereka sudah mati. Dalam kekecewaan dan putus asa itu, Yesus hadir mengikuti perjalanan mereka. Yesus melihat bahwa segala perjuangan mereka untuk mengenal-Nya lebih jauh dengan menjadi murid dan menerimanya sebagai pemimpin, guru dan penyelamat mereka sangat berarti. Dengan itu mereka dituntun untuk sampai pada pemahaman seluruh peristiwa hidup dan makna kehadiran Yesus di dunia ini. Demikianlah mereka memahami apa yang tertulis dalam Kitab Suci tentang Yesus. Ketika proses pengajaran itu berlangsung, mereka meminta Yesus tinggal bersama mereka. Saat makan bersama, mata dan iman terbuka bahwa Dia adalah Yesus yang telah bangkit. Dia telah mengobarkan semangat mereka.



Kebangkitan Yesus menuntut kita untuk mewartakan peristiwa iman itu. Demikian dilakukan Petrus dan para rasul dalam bacaan 1 (Kis 2: 14, 22-33). Di hadapan penduduk Yerusalem, mereka, dengan kebijaksanaan dan keberanian, mewartakan Kristus yang bangkit. Mereka memberikan kesaksian atas imannya. Di sinilah tampak terang Kristus bercahaya dan menyinari hati mereka. Sungguh, kebangkitan Tuhan mengobarkan semangat mereka menjadi saksi-saksi kebangkitan.



Dalam bacaan 2 (dari 1 Ptr 1: 17-21) diperjelas pesan kebangkitan Tuhan. Rasul Petrus mengajarkan bahwa penyelamatan kita tidak datang dengan begitu mudah. Hal itu terjadi dengan pengurbanan yang sungguh-sungguh. Kristus telah membayarnya dengan harga mahal dengan menumpahkan darah-Nya di kayu salib. Tentulah tuntutannya bahwa orang kristen mesti menghargai dan mensyukuri pengurbanan Yesus. Hal itu terjadi dengan berpegang teguh pada iman akan Kristus yang bangkit. Dikatakan bahwa Allah akan mengganjari hidup sepadan dengan perbuatan kita. Karena itu tentu kita mesti berbuat sesuai dengan apa yang dikehendaki Allah dalam perjalanan hidup kita.



Dalam perjalanan kehidupan iman, dengan mengatakan diri sebagai orang kristiani, kita mengakui dan menemukan teman jalan bersama sambil melihat terang-Nya bercahaya. Merupakan tanggung jawab kita membantu orang lain supaya menemukan terang itu. Ini menjadi tanda solidaritas kita bagi hidup mereka. Kita mau menjadi alatnya dalam pencarian makna kehidupan ini. Kiranya kita tidak membiarkan orang tersesat dengan hidup dalam keinginan yang bersifat duniawi. Kita mesti menuntun mereka untuk sampai pada Allah dan hidup bahagia di dalamnya.



Ada banyak kecemasan, ketakutan bahkan kegagalan yang kita hadapi. Adakalanya kita merasa berjuang sendiri. Habis energi, waktu, uang bahkan perhatian dan pikiran kita curahkan untuk sesuatu yang berarti tapi mungkin juga untuk sesuatu yang kurang berarti. Kita kadang tidak sadar sehingga sebegitu jauh masuk pada hal yang kurang berguna bagi hidup dan kebahagiaan kita. Tiada harapan, tiada pegangan, tiada arah yang jelas. Sabda Tuhan hari ini, mengajak kita untuk tenang sejenak, menyadari bahwa ada yang sangat memperhatikan kita, mau menuntun kita, mau mengajari kita bahkan menyelamatkan kita. Dialah Kristus yang bangkit. Karena itu kita mesti dengan hati terbuka mendengarkan sapaan dan bimbingan-Nya dalam perjuangan dan kesulitan yang kita hadapi. Marilah kita mengajak Dia untuk tinggal bersama kita, agar dalam kegelapan malam hidup kita, Dia memberikan makanan yang lezat yang mengobarkan semangat dan hidup kita. Marilah kita pertama-tama bertanya pada kebijaksanaan-Nya ketika kita menghadapi hal-hal yang kurang kita pahami, yang membutuhkan pertimbangan, bahkan dalam hal sederhana sekalipun. Dengan demikian kita akan sanggup berjalan dalam terang-Nya dan mewartakan pengalaman iman itu dalam hidup dan karya nyata kita.



Ajakan kedua rasul di jalan Emmaus, “tinggal bersama kami....”, adalah sebuah ajakan yang terus-menerus mesti kita katakan. Ajakan ini menjadi ungkapan pengharapan dan kepercayaan bahwa Yesus sanggup memberikan apa yang kita butuhkan. Di sini nyata sikap rendah hati yang mau berserah diri kepada kuasa yang lebih tinggi. Dalam kepercayaan itu tentu kita akan memperoleh apa yang kita butuhkan. Kita akan diisi dengan segala yang berdaya guna bagi keselamatan kita. Ini juga berarti bahwa kita meletakkan segalanya pada kebijaksanaan ilahi dan bukan bersandar pada kemampuan sendiri. Sikap rendah hati ini sedemikian perlu sehingga kita bisa dituntun dan disempurnakan dengan kehendak Allah. Tinggal bersama kami, ya Tuhan!