Selasa, 02 November 2010

*anak katak & hujan......*

Ada kegundahan tersendiri yang
dirasakan seekor anak katak
ketika langit
tiba-tiba gelap.

"Bu, apa kita akan binasa.
Kenapa langit tiba-tiba
gelap?" ucap anak katak
sambil merangkul erat lengan
induknya.

Sang ibu menyambut rangkulan
itu dengan belaian lembut.

"Anakku," ucap sang induk
kemudian.

"Itu bukan pertanda kebinasaan
kita. Justru, itu tanda baik."
jelas induk
katak sambil terus membelai.

Dan anak katak itu pun mulai
tenang.

Namun, ketenangan itu tak
berlangsung lama.

Tiba-tiba angin bertiup
kencang.

Daun dan tangkai kering yang
berserakan mulai berterbangan.
Pepohonan
meliuk-liuk dipermainkan
angin.

Lagi-lagi, suatu pemandangan
menakutkan buat si katak
kecil. "Ibu, itu apa
lagi? Apa itu yang kita
tunggu-tunggu? " tanya si anak
katak sambil
bersembunyi di balik tubuh
induknya.

"Anakku. Itu cuma angin," ucap
sang induk tak terpengaruh
keadaan.

"Itu juga pertanda kalau yang
kita tunggu pasti datang!"
tambahnya begitu
menenangkan.

Dan anak katak itu pun mulai
tenang.

Ia mulai menikmati tiupan
angin kencang yang tampak
menakutkan.

"Blarrr!!!" suara petir
menyambar-nyambar.

Kilatan cahaya putih pun kian
menjadikan suasana begitu
menakutkan.

Kali ini, si anak katak tak
lagi bisa bilang apa-apa.

Ia bukan saja merangkul dan
sembunyi di balik tubuh
induknya. Tapi juga
gemetar.

"Buuu, aku sangat takut. Takut
sekali!" ucapnya sambil terus
memejamkan
mata.

"Sabar, anakku!" ucapnya
sambil terus membelai.

"Itu cuma petir. Itu tanda
ketiga kalau yang kita tunggu
tak lama lagi
datang! Keluarlah. Pandangi
tanda-tanda yang tampak
menakutkan itu.
Bersyukurlah, karena hujan tak
lama lagi datang," ungkap sang
induk katak
begitu tenang.

Anak katak itu mulai keluar
dari balik tubuh induknya.

Ia mencoba mendongak,
memandangi langit yang hitam,
angin yang
meliuk-liukkan dahan, dan
sambaran petir yang begitu
menyilaukan.

Tiba-tiba, ia berteriak
kencang, "Ibu, hujan datang.
Hujan datang! Horeeee!"

*Anugerah hidup kadang tampil
melalui rute yang tidak
diinginkan.
*

*Ia tidak datang diiringi
dengan tiupan seruling merdu.
Tidak diantar oleh
dayang-dayang nan rupawan.
*

*Tidak disegarkan dengan
wewangian harum.*

* Saat itulah, tidak sedikit
manusia yang akhirnya
dipermainkan keadaan.
*

*Persis seperti anak katak
yang takut cuma karena langit
hitam, angin yang
bertiup kencang, dan kilatan
petir yang menyilaukan.
*

*Padahal, itulah sebenarnya
tanda-tanda hujan.*

*Benar apa yang diucapkan
induk katak: jangan takut
melangkah, jangan
sembunyi dari kenyataan, sabar
dan hadapi.
*

*Karena hujan yang ditunggu
akan datang.
*

*Bersama kesukaran ada
kemudahan. Sekali lagi,
bersama kesukaran ada
kemudahan.*

amarah

Suatu hari sang guru bertanya kepada murid-muridnya,
"Mengapa ketika seseorang sedang dalam keadaan marah, ia akan berbicara dengan suara kuat atau berteriak?"

Seorang murid setelah berpikir cukup lama mengangkat tangan dan menjawab,
"Karena saat seperti itu ia telah kehilangan kesabaran, karena itu ia lalu berteriak."

"Tapi..." sang guru balik bertanya,
"lawan bicaranya justru berada di sampingnya. Mengapa harus berteriak? Apakah ia tak dapat berbicara secara halus?"

Hampir semua murid memberikan sejumlah alasan yang dikira benar menurut pertimbangan mereka. Namun tak satu pun jawaban yang memuaskan. Sang guru lalu berkata,
"Ketika dua orang sedang berada dalam situasi kemarahan, jarak antara ke dua hati mereka menjadi amat jauh walau secara fisik mereka begitu dekat. Karena itu, untuk mencapai jarak yang demikian, mereka harus berteriak. Namun anehnya, semakin keras mereka berteriak, semakin pula mereka menjadi marah dan dengan sendirinya jarak hati yang ada di antara keduanya pun menjadi lebih jauh lagi. Karena itu mereka terpaksa berteriak lebih keras lagi."

Sang guru masih melanjutkan,
"Sebaliknya, apa yang terjadi ketika dua orang saling jatuh cinta? Mereka tak hanya tidak berteriak, namun ketika mereka berbicara suara yang keluar dari mulut mereka begitu halus dan kecil. Sehalus apa pun, keduanya bisa mendengarkannya dengan begitu jelas. Mengapa demikian?"
Sang guru bertanya sambil memperhatikan para muridnya. Mereka nampak berpikir amat dalam namun tak satupun berani memberikan jawaban.

"Karena hati mereka begitu dekat, hati mereka tak berjarak. Pada akhirnya sepatah kata pun tak perlu diucapkan. Sebuah pandangan mata saja amatlah cukup membuat mereka memahami apa yang ingin mereka sampaikan."

Sang guru masih melanjutkan,
"Ketika Anda sedang dilanda kemarahan, janganlah hati mu menciptakan jarak. Lebih lagi hendaknya kamu tidak mengucapkan kata yang mendatangkan jarak di antara kamu. Mungkin di saat seperti itu, tak mengucapkan kata-kata mungkin merupakan cara yang bijaksana. Karena waktu akan membantu Anda."

Kata-kata kasar

Saya bersenggolan dengan seorang yang tidak dikenal ketika ia lewat.
"Oh, maafkan saya" adalah reaksi saya.
Ia berkata, "Maafkan saya juga; Saya tidak melihat Anda."
Orang tidak dikenal itu, juga saya, berlaku sangat sopan. Akhirnya kami
berpisah dan mengucapkan selamat tinggal.

Namun cerita lainnya terjadi di rumah, lihat bagaimana kita
memperlakukan orang-orang yang kita kasihi, tua dan muda.

Pada hari itu juga, saat saya tengah memasak makan malam, anak lelaki
saya berdiri diam-diam di samping saya.
Ketika saya berbalik, hampir saja saya membuatnya jatuh. "Minggir," kata
saya dengan marah. Ia pergi, hati kecilnya hancur.
Saya tidak menyadari betapa kasarnya kata-kata saya kepadanya. Ketika
saya berbaring di tempat tidur,
dengan halus Tuhan berbicara padaku,

"Sewaktu kamu berurusan dengan orang yang tidak kau kenal, etika
kesopanan kamu gunakan,
tetapi anak-anak yang engkau kasihi, sepertinya engkau perlakukan dengan
sewenang-wenang.
Coba lihat ke lantai dapur, engkau akan menemukan beberapa kuntum bunga
dekat pintu." "Bunga-bunga tersebut telah dipetik sendiri oleh anakmu;
merah muda, kuning dan biru.
Anakmu berdiri tanpa suara supaya tidak menggagalkan kejutan yang akan
ia buat bagimu,
dan kamu bahkan tidak melihat matanya yang basah saat itu." Seketika aku
merasa malu, dan sekarang air mataku mulai menetes.

Saya pelan-pelan pergi ke kamar anakku dan berlutut di dekat tempat
tidurnya, "Bangun, nak,
bangun," kataku. "Apakah bunga-bunga ini engkau petik untukku?"
Ia tersenyum, " Aku menemukannya jatuh dari pohon. "
"Aku mengambil bunga-bunga ini karena mereka cantik seperti Ibu.
Aku tahu Ibu akan menyukainya, terutama yang berwarna biru."
Aku berkata, "Anakku, Ibu sangat menyesal karena telah kasar padamu;
Ibu seharusnya tidak membentakmu seperti tadi."
Si kecilku berkata, "Oh, Ibu, tidak apa-apa. Aku tetap mencintaimu. "
Aku pun membalas, "Anakku, aku mencintaimu juga, dan aku benar-benar
menyukai bunga-bunga ini,
apalagi yang biru."

Apakah anda menyadari bahwa jika kita mati besok, perusahaan di mana
kita bekerja sekarang bisa saja dengan mudahnya mencari pengganti kita
dalam hitungan hari?
Tetapi keluarga yang kita tinggalkan akan merasakan kehilangan selama
sisa hidup mereka. Mari kita renungkan, kita melibatkan diri lebih dalam
kepada pekerjaan kita ketimbang keluarga kita sendiri,
suatu investasi yang tentunya kurang bijaksana, bukan?

Jadi apakah anda telah memahami apa tujuan cerita di atas?
Apakah anda tahu apa arti kata KELUARGA?

Dalam bahasa Inggris, KELUARGA = FAMILY.
FAMILY = (F)ather (A)nd (M)other, (I), (L)ove, (Y)ou.

Senin, 01 November 2010

Robot Anti Pembohong

Suatu hari seorang ayah dengan girang membeli sebuah Robot yang canggih dalam mendeteksi kebohongan. Dia langsung tidak sabar ingin menguji keampuhan robotnya itu. Malam pun datang, sang anak pulang jam 11 malam. Di ruang tamu sang ayah sudah menanti bersama sang robot.
Ayah : Kamu dari mana Nak?
Anak : Belajar, Yah...
Kontan sang Robot pun menampar sang anak.
Ayah :Jangan bohong nak! Robot ini akan menamparmu tiap kali kamu berbohong. Ayo jawab yg benar, kamu dari mana?!
Anak : Nonton Yah di rumah temen...
Ayah : film apa?
Anak : film perang...
PLAK! Si anak kena tampar sekali lagi oleh robot.
Ayah : ayo yang jujur!
Anak : aku nonton film porno Yah
Ayah : ha... dasar kamu! Kamu tahu, waktu Ayah seumuran kamu, Ayah belum pernah nonton film porno...
PLAK! Sekarang giliran si ayah yang kena tampar robot. Mendengar suara ribut-ribut di ruang tamu, sang Ibu keluar dan melihat wajah anaknya merah lebam habis kena tampar robot.
Ibu : Ayah! Jangan keterlaluan gitu dong! Biarpun begitu dia kan anak darah daging mu!
PLAK! kali ini sang Ibu yang kena tampar robot.